PANGANDARAN JAWA BARAT - Kalau memang bukan COVID-19, kami tidak akan “mengcovidkan”. Percayalah, ” kata Erisanti Dokter specislist penyakit dalam ketika diwawancarai oleh beberapa awak media di ruang kerjanya, RSUD Pandega Pangandaran, Senin 02/08/2021.
Dikatakannya bahwa, dalam pekan ini angka kematian akibat covid-19 di kabupaten pangandaran 3, 3 persen, dan peningkatan ini disebabkan pasien terlambat memeriksakan diri ke Rumah sakit karena berasumsi takut dicovidkan.
Sampai saat ini sebanyak 282 orang meninggal dunia dari 5.385 kasus, angka tersebut melebihi batas maximal yang digariskan oleh WHO sebanyak 3 persen.
Tingginya angka kematian ini lebih disebabkan karena pasien covid-19 terlambat mendapatkan perawatan medis, ya karena mereka datang ke RSUD ketika gejala mereka sudah berat, sehingga tidak tertolong, " kata Erisanti.
Menurutnya, isu dan asumsi takut dicovidkan yang selama ini berkembang di masyarakat ditenggarai menjadi salahsatu penyebab pasien enggan menjalani test dan enggan berobat, mereka baru mau ke rumah sakit ketika gejala sudah parah, " katanya.
Lebih lanjut Erisanti memaparkan bahwa, ada 4 fase yang terjadi pada orang yang terpapar virus Corona, pertama fase infeksi awal.
Pada fase ini pasien umumnya mengalami gejala seperti sakit biasa, “Umumnya demam, sakit tenggorokan, pegal-pegal, atau ada yang sekedar nyeri ulu hati. Ya seperti sakit biasa, ” kata Erisanti.
Pada fase awal ini masih sulit membedakan antara COVID-19 atau bukan, sehingga idealnya dilakukan pemeriksaan dengan tes swab. Meski di sisi lain, masyarakat yang mengalami “sakit biasa” itu banyak yang enggan memeriksakan diri.
Setelah fase infeksi awal, kemudian akan memasuki fase kedua yaitu fase paru, yang mana pada fase ini virus mulai menyerang fungsi paru-paru. “Nah pada fase ini pasien harus mendapat perawatan medis, ya karena oksigen yang masuk ke paruparu mulai terganggu, ” kata Erisanti.
Selanjutnya adalah fase kritikal atau fase dimana kondisi pasien semakin memburuk. “Oksigen yang masuk ke tubuh paling hanya 70 persen, ” maka pada fase ini menurut Erisanti obat apapun yang diberikan tidak akan banyak membantu.
Fase keempat adalah penyembuhan atau konvalesen. “Pada fase penyembuhan pun masih harus dipantau karena masih ada potensi gangguan paruparu atau kekentalan darah, ” kata Erisanti.
Maka dalam hal ini, untuk pemantauan pasien agar tidak terlambat mendapat penanganan medis, adalah salah satu kunci untuk menekan angka kematian akibat COVID-19. “Termasuk memantau pasien isolasi mandiri, ya karena terbukti banyak juga yang meninggal saat isolasi mandiri, ” tandas Erisanti
Di tempat terpisah, Bupati Pangandaran H Jeje Wiradinata mengakui bahwa tingkat kematian pasien COVID-19 di Pangandaran tinggi meski dia juga mengatakan tingkat kesembuhanpun tinggi.
“Iya tingkat kematian tinggi sampai 3, 38 persen, melebihi 0, 38 dari target WHO. Tapi tingkat kesembuhan juga tinggi. Kesembuhan 93, 2 persen dari target 83 persen, ” kata Jeje.
Dia juga mengaku sudah menggelar rapat dengan tim medis RSUD terkait angka kematian ini. “Intinya kan jangan sampai terlambat dirawat. Jadi untuk asumsi takut dicovidkan itu menyesatkan, ya ahirnya banyak yang terlambat ditangani gara-gara asumsi itu.
Ngapain kita mengcovidkan orang kalau memang bukan COVID-19, apa untungnya? Yang jelas kalau angka COVID-19 tinggi yang rugi kita semua, ” kata Jeje.
Untuk menyiasati kondisi itu, Jeje mengatakan akan menyiagakan 1 orang perawat di setiap desa. Bahkan untuk desa yang wilayahnya luas akan ditempatkan 2 orang perawat.
Ya, tugas para Perawat itu nantinya untuk memantau pasien isolasi mandiri yang langsung terkoneksi dengan dokter di RSUD Pangandaran. “Dibikin grup dan jaringan khusus, jadi kalau yang isoman mulai ada gejala. Perawat yang ditugaskan langsung lapor ke dokter di RSUD, kalau parah rujuk langsung ke rumah sakit. Saya masuk di grup itu biar ikut memantau, ” sebutnya. (Anton AS)