Terkait Sengketa Lahan Antara Petani Penggarap dengan PT Trijaya Permana Sejati, Anggota DPRD Pangandaran Angkat Bicara

    Terkait Sengketa Lahan Antara Petani Penggarap dengan PT Trijaya Permana Sejati, Anggota DPRD Pangandaran Angkat Bicara

    PANGANDARAN JAWA BARAT - Dalam video yang beredar luas, terlihat sejumlah warga menghadang alat berat perusahaan, itu terjadi akibat sengketa lahan antara para petani penggarap dengan pihak pengembang PT Trijaya Permana Sejati, lokasinya di belakang Pasar Wisata Desa Pananjung pangandaran Kabupaten Pangandaran, kamis 29 juli 2021 hingga kemelut itu telah membuat prihatin berbagai pihak.

    Terkait hal itu, anggota DPRD Kabupaten Pangandaran dari fraksi PKB, Otang Tarlian pun angkat bicara, yang mana dia menerangkan bahwa, tanah bekas lahan PT Startrust yang saat ini menjadi sengketa memang telah dipecah menjadi 8 bidang dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Namun hingga saat ini belum ada bukti peralihan hak dengan instrumen apapun baik itu AJB, Hibah, dan lainnya, ” ujar Otang, Rabu (4/8/2021).   

    Otang menuturkan dari objek tanah tersebut sebelumnya pernah menjadi objek gugatan perdata di Pengadilan Negeri Ciamis dengan nomor 01/pdt.G/2014/PN Ciamis, yang mana Gugatan tersebut diajukan oleh Yayasan Gawanesa (Gabungan Ahli Waris Nyi Mas Entjeh alias Siti Aminah) sebagai penggugat. 

    Sementara pihak tergugat adalah PT Startrust dkk.“Namun dalam amar putusan, gugatan perdata tersebut ternyata sudah dicabut oleh para penggugat. 

    Akibatnya register perkara dalam buku Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ciamis itu, berarti perkara tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde, ” jelas Otang.

    Menurutnya apabila sudah ada perdamaian antara para pihak, maka harus dibuatkan akta perdamaian. 

    Selain itu, akta perdamaian tersebut harus ditetapkan oleh Majelis Hakim pemeriksa perkara A-quo (perkara yang sebelumnya digugat).

    Jadi kesimpulannya dalam sengketa dan atau perkara A-quo masih dapat dimungkinkan dilakukannya pendaftaran gugatan perdata lagi. 

    Dengan kata lain masih dimungkinkan dilakukan upaya hukum kembali melalui Pengadilan Negeri Ciamis, ” paparnya.

    Karena itu, lanjut Otang, dalam sengketa lahan tersebut, perlu ada sosialisasi dan mediasi non litigasi dengan para pihak terkait.

    Sebagaimana yang tertera dalam Surat Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat Nomor: 1423/HGB/KWBPN/1997 tanggal 7 Februari 1997, memberikan penjelasan bahwa 8 objek tanah tersebut peruntukannya untuk Pembangunan Kawasan Wisata Terpadu ( Hotel, Villa, Estate dengan pasilitas penunjangnya, ” papar Otang.

    Namun, lanjut  Otang, sampai saat ini perusahaan tersebut masih belum juga melakukan pembangunan artinya tidak sesuai dengan tujuan pemberian SHGB sebagaimana ketentuan Surat Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat. “Jadi kualifikasi nya,  tanah tersebut diduga terindikasi terlantar. Sesuai dengan fakta di lapangan, secara fisik, tanah tersebut terindikasi sebagai Tanah Terlantar, ” jelasnya.

    Terindikasi Tanah terlantar yang dimaksud, tambah Otang, pada intinya adalah tanah hak yang tujuan dari penguasaan tanah tersebut belum dilaksanakan.“Sedangkan yang disebut tanah terlantar, tertera dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. 

    Tanah terlantar tersebut objeknya adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara. Bisa Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan hak lainnya, namun tanah tersebut tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan dari pemberian hak, ” tandasnya. 

    Menurut Otang, dalam Peraturan Pemerintah juga diatur suatu tanah bisa jadi tanah terlantar apabila dengan sengaja tidak dibangun atau tidak digunakan sebagaimana peruntukkannya terhitung dua tahun sejak diterbitkannya hak.

    Sama halnya seperti lahan yang kini jadi sengketa sampai terjadi kericuhan di Pangandaran, yang mana lahan tersebut belum juga dibangun sesuai dengan peruntukannya.

    “Sebaiknya ada solusi untuk menyikapi persoalan terkait objek tanah tersebut. Ini demi kemaslahatan dan kepentingan Pemerintah Daerah, ” katanya.

    Otang menyarankan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah dengan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah ATR BPN Provinsi Jawa Barat. Permohonan agar tanah yang kini jadi sengketa bisa ditetapkan sebagai tanah terlantar.“Nantinya pendayagunaannya dapat dimohon untuk menjadi milik dan atau dikuasai langsung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran. Terutama untuk mengembangkan pembangunan pariwisata Pangandaran, ” sebutnya.      

    Sementara itu sebelumnya, tim legal PT Trijaya Permana Sejati mengklaim pihaknya sudah melakukan peralihan hak atau jual beli terhadap lahan yang menjadi sengketa. 

    Didik Puguh Indarto, tim legal PT Trijaya Permana Sejati menjelaskan, lahan yang merupakan bekas lahan Startrust dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 7 sampai 14.Ia mengakui memang pada awal tahun 2000 terjadi sengketa. Namun sengketa tersebut sudah clear berdasarkan akta perdamaian tahun 2003.Setelah ada akta perdamaian, keluar SHGB dengan nomor 7 sampai 14 di Desa Pananjung atas nama Ny Parwati dan kawan-kawan. “Peralihan hak sudah dilakukan dan diserahkan kepada PT Trijaya Permana Sejati. Kami juga sudah menempuh semua aspek legal formal, ” katanya. (Anton AS)

    Pangandaran jawa barat
    Anton Atong Sugandhi

    Anton Atong Sugandhi

    Artikel Sebelumnya

    Polres Ciamis Berlakukan Ganjil Genap di...

    Artikel Berikutnya

    Komisi lll DPRD Pangandaran Minta Dinas...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Ratusan Warga Gruduk Kantor Desa Sindangjaya    Mangunjaya
    Satgas Yonif 715/Mtl Brantas Buta Huruf
    Tony Rosyid: Negara Dharurat Oligarki
    Peduli Sesama, Pos Ramil 1714-06/ Tingginambut Bagikan Paket Sembako Untuk Warga
    Ketua Umum LSM Pikad Dukung TNI-AL Cabut Pagar Laut: Langgar Aturan Harus Ditindak Tegas

    Ikuti Kami