JAKARTA - Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengungkap dua kasus peredaran gelap narkotika di tempat hiburan malam. Setelah pengembangan, diketahui barang haram itu berasal dari jaringan Jerman-Malaysia-Indonesia.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Krisno Halomoan Siregar mengatakan, peredaran narkoba gencar kembali karena kelonggaran PPKM disalahgunakan oleh sejumlah tempat hiburan malam. Peredarannya dalam negeri terdapat di Medan, Jakarta, Bandung, Cirebon, Surabaya, dan Bali.“Longgarnya PPKM ternyata dimanfaatkan untuk peredaran narkoba di tempat hiburan malam, ” kata Krisno dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (11/08/2022).
Ditambahkan Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, penangkapan dilakukan berdasarkan analisa dan evaluasi bulanan Dittipidnarkoba Bareskrim Polri. Hasil analisa itu merujuk pada fakta adanya peningkatan penyitaan barang bukti narkotika jenis pil ekstasi.
“Berdasarkan observasi diperoleh fakta terjadi peningkatan kegiatan di tempat hiburan malam akibat telah dilonggarkannya PPKM dan diindikasikan terjadi peredaran gelap narkoba di tempat hiburan malam, ” kata Dedi dalam kesempatan serupa.
Pengungkapan kasus pertama, terdiri dari serangkaian penangkapan dilakukan mulai tanggal 7 Juli sampai 31 Juli 2022 di Jakarta. Awalnya ditangkap tiga orang tersangka yakni Agus Riyadi alias Keling, Poice Sudrajad dan Anggi Awang DS alias Desta dengan barang bukti 39 butir ekstasi.Mereka bertiga masih memiliki hubungan dengan Robert Steven yang ditangkap pada 9 Juli 2022 dan berperan sebagai penyedia ekstasi. Polisi kemudian berkoordinasi dengan Ditjen PAS dan berhasil menangkap seorang warga binaan bernama Fahrial pada 18 Juli 2022 sebagai pengendali.
Barang haram itu masuk dalam pengiriman paket dari Jerman berisi pil ekstasi dalam jumlah besar yang diterima oleh saksi A atas perintah Bayu Ahmed yang kini sebagai buron. Paket itu terbungkus rapi dalam 13 kemasan dengan jumlah 13.502 butir dan disembunyikan dalam alat makan, makanan anjing serta kucing dikemas dalam kardus coklat.
Tersangka lain yang ditangkap adalah Irwansyah dan Sugito sebagai penerima paket. Keduanya dikendalikan oleh Chukwudkpe yang merupakan Warga Negara Nigeria dan merupakan warga binaan Lapas.Polisi juga berhasil menangkap tersangka Becce Komalasari yang merupakan seorang kurir. Becce menyerahkan paket berisi narkoba dimaksud atas perintah napi Chukwudkpe yang bekerjasama dengan Emecha kini sebagai buron. Sementara pada kasus kedua, tempat hiburan malam Fox KTV Bandung yang merupakan pengembangan dari F3x Club Bandung. Polisi juga berhasil menahan sembilan tersangka dan 318 butir xtc, 40, 8 gram shabu dan 277 butir erimin-5 disita.
“Kasus ini melibatkan pihak manajemen dan pemilik tempat hiburan, ” ujar Krisno.Peredaran barang haram itu berasal dari Sumantri Tanudin alias Adi yang pada 2 Agustus 2022 ditangkap di Semarang bersama istrinya Nanik dan keduanya telah menjadi tersangka. Keduanya telah mengirimkan 2.080 butir ekstasi ke Elly Herlina di Bandung.Elly sendiri memesan barang haram itu dari Morris di Surabaya. Akhirnya, penyidik menangkap Morris di apartemennya sendiri yang juga digunakan sebagai laboratorium clandestine untuk memproduksi happy water.
Penangkapan kemudian dilakukan terhadap Andri di Bali. Ada satu unit mesin cetak dan paket dari Malaysia yang berisi 700gr Cathinone sebagai barang bukti.Dibeberkan Krisno, salah satu tersangka di kasus ini merupakan polisi aktif dan mantan polisi. Kendati demikian, dia tidak menjelaskan inisialnya.
“Happy water merupakan campuran ekstasi, ketamin dan serbuk nutrisari yang dibuat tersangka morris di apartemennya untuk kemudian diedarkan di beberapa tempat hiburan malam di Surabaya, Semarang dan Bali, ” ucap Krisno.
Pasal primer yang disangkakan adalah pasal 114 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1) Undang-undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Ancanamannya adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan pidana denda minimal Rp1 miliar hingga Rp10 miliar.
Sementara pasal subsider adalah pasal 111 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1)Undang-undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Ancanamannya adalah pidana mati, pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda minimal Rp800 juta hingga Rp8 miliar. (***)